Program
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program pemerintah yang sudah
sejak lama dijalankan untuk menciptakan kaluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
Hal ini menjadi salah satu cara pemerintah untuk mengatasi pertumbuhan penduduk
di Indonesia yang ada di posisi ke empat dengan jumlah penduduk terbanyak di
dunia setelah Cina, India dan Amerika.
Jumlah
penduduk yang sangat besar tidak selalu berdampak baik untuk sebuah negara,
namun sebaliknya pertumbuhan penduduk dari waktu ke waktu memberi dampak negatif
di segala segi kehidupan manusia. Dari segi pendidikan, banyak anak-anak usia
sekolah tidak mampu mengecap pendidikan karena keterbatasan orang tua ; dari
segi sosial masih banyak keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan ; di
sisi lain lingkungan menjadi tercemar karena sampah dan polusi ; Kurangnya
lapangan kerja yang menimbulkan banyak pengangguran dan berbagai dampak
lainnya.
Keluarga
Berencana (KB) menjadi solusi untuk menghadapi persoalan tersebut, sehingga
sejak dini setiap keluarga bisa merencanakan masa depan keluarganya dengan baik
dan membuahkan kebahagiaan serta kesejahteraan. Berdasarkan hasil Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007, menunjukan bahwa
tingkat pengguna kontrasepsi modern di Indonesia telah mencapai 57,4 persen
sedangkan untuk provinsi Maluku hanya sebesar 29,4 persen. Data ini menjadikan
provinsi Maluku berada pada posisi ke dua dengan penggunaan kontrasepsi
terendah di Indonesia. Realita inilah yang diteliti dalam hasil studi seorang perempuan
asal Maluku yang berkesempatan memperoleh pendididikan lanjut pada Universitas
Mahidol, Thailand.
Setiap
orang mungkin mampu melihat seberapa persen perkembangan program Keluarga
Berencana di Maluku melalui data dan informasi yang diperoleh, namun untuk
mengetahui faktor apa yang mempengaruhi persentase tersebut mungkin tidak semua
orang bisa mengetahuinya. Atas dasar inilah studi yang dilakukan memberikan
jawaban pasti atas pertanyaan semua orang tentang minimnya angka penggunaan
kontrasepsi modern dikalangan wanita kawin di provinsi Maluku. Hasil studi membuktikan bahwa ada 5 (lima)
faktor yang mempengaruhi wanita kawin di Provinsi Maluku tidak menggunakan
kontrasepsi, antara lain :
1. Pendidikan
2. Jumlah
Anak Hidup
3. Persetujuan
Suami
4. Informasi
KB melalui TV
5. Kunjungan
Petugas KB
1. Pendidikan
Wanita
di Maluku yang hanya memiliki pendidikan dasar sebesar 43,5 persen, itu berarti
bahwa hampir setengah dari wanita kawin di Maluku masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal
ini sudah pasti berdampak pada minimnya
pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi serta keluarga berencana.
2. Jumlah
Anak Hidup
Banyaknya
jumlah anak yang masih hidup dalam sebuah keluarga ternyata juga menjadi salah
satu faktor yang berdampak langsung terhadap penggunaan kontrasepsi, karena berdasarkan
hasil studi yang diperoleh, ternyata wanita kawin yang memiliki lebih dari 4
anak dalam keluarga lebih cenderung tidak ingin menggunakan alat kontrasepsi.
Hal ini lebih jelas terlihat di daerah pedesaan yang sebagian besar pekerjaan
orang tua adalah sebagai petani maupun nelayan. Bagi mereka, anak merupakan
aset keluarga yang dapat dijadikan sebagai tenaga kerja untuk membantu mereka di hutan maupun di lautan, sehingga tidak ada
keinginan untuk membatasi jumlah anak.
3. Persetujuan
Suami
Suami adalah kepala keluarga yang
memiliki pengaruh kuat dalam setiap pengambilan keputusan, termasuk dalam hal
ber-KB. Banyak wanita kawin di Maluku tidak menggunkan KB karena tidak mendapat
persetujuan sang suami. Hal ini dipengaruhi oleh keinginan suami untuk memiliki
anak lagi maupun dari segi agama, anak diakui sebagai anugerah TUHAN yang tidak
boleh dibatasi keberadaannya.
4. Informasi
KB melalui TV
Televisi merupakan salah satu
bentuk media massa yang mampu memberikan informasi kepada setiap orang secara
audio maupun visual, dan televisi menjadi media yang sangat efektif dalam
penyampaian sebuah informasi.
Keterbatasan atau kurangnya informasi melalui Televisi inilah yang juga
memberi dampak bagi wanita kawin di Maluku sehingga tidak menggunakan
kontrasepsi. Keterbatasan ini dapat dilihat dari 2 (dua) sisi yaitu ;
1. Tidak
ada/ kurangnya informasi KB yang disampaikan ; dan
2. Ada
kemungkinan sebagian wilayah di Maluku belum memiliki aliran listrik sehingga
banyak keluarga tidak memiliki televisi.
5. Kunjungan
Petugas KB
Sebagaimana
kita ketahui bahwa petugas KB adalah tonggak keberhasilan program Keluarga
Berencana, dan ketika ada keterbatasan tenaga petugas yang dipengaruhi oleh
otonomisasi daerah serta kondisi geografi Provinsi Maluku yang terdiri dari
beribu pulau, maka secara langsung membatasi jangkauan pelayanan KB di berbagai
wilayah terpencil.
Dari
kelima faktor ini, ternyata persetujuan suami dan kunjungan petugas KB yang
memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap keikutsertaan wanita kawin di
Maluku dalam program KB. Dengan demikian diperlukan strategi yang lebih tepat oleh
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Maluku untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, Karena tidaklah bermakna jika suatu
strategi dilakukan tanpa mengetahui permasalahan apa yang ada dibalik setiap
kelemahan – kelemahan yang ada.